Jejak Haedar Nashir dan Yahya C Staquf Sebagai Begawan (Bag, 1),

Budaya  

Cerita dimulai dari Gus Staquf. Putera sulung KH. Cholil Bisri ini menjadi mahasiswa di Departemen Sosiologi UGM sejak tahun 1984 setelah menyelesaikan studi di SMAN 1 Yogyakarta, salah satu SMA terbaik di Yogyakarta. Lahir di Rembang pada 1966, sejak kelas 3 SMP Staquf yang masih remaja mulai mondok di Pondok Pesantren Al-Munawwir Krapyak, Yogyakarta, di bawah asuhan KH. Ali Ma’shum (Rais Am Pengurus Besar Nahdlatul Ulama 1989-1994).

Uniknya Staquf remaja rajin menulis cerpen dan puisi yang kerap dimuat di Majalah Kuntum, media yang diterbitkan oleh Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) sejak tahun 1976.

Apa alasan santri lulusan SMA jurusan IPA ini berkuliah di Sosiologi? Ada alasan menarik dan sekaligus refleksi sosiologis yang disampaikannya. Sebagai santri muda yang cerdas dan putera sulung seorang kiai besar yang memimpin Pondok Pesantren di Rembang, Jawa Tengah, ia menyimpan rasa cemas: pesantren dan kaum santri bisa tergulung oleh perubahan besar zaman jika tidak memahami dan mengikuti perkembangan yang berlangsung pesat.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Maka ia memutuskan berkuliah di Sosiologi UGM sebagai ikhtiar untuk memahami dinamika dan perubahan zaman yang terjadi dan selanjutnya berikhtiar menyusun strategi membangun pesantren dan komunitas santri pada umumnya agar tetap relevan dengan perkembangan dan tuntutan zamannya.

Dalam sebuah wawancara menjelang Muktamar NU di Lampung pada bulan Desember 2021, ia mengatakan bahwa pesantren dan dunia santri pada umunya perlu melakukan perubahan agar bisa bertahan menghadapi zaman yang terus berubah.

Nah, agar bisa mengawal pesantren dan kaum santri melakukan perubahan sesuai perubahan zaman Gus Staquf merasa perlu belajar sosiologi.

Kontak Info

Jl. Warung Buncit Raya No 37 Jakarta Selatan 12510 ext

Phone: 021 780 3747

[email protected] (Marketing)

× Image