Venizia Kota Pertemuan Budaya Islam dan Kristen Eropa (bag 1)

Wisata  

Seusain mengurus bagasi, saya segera ke luar dari bandara. Di situ keriuhan mulai terasa. Namun juga tidak terlalu ramai.

Nah, ketika ke luar menjuju halaman terbuka, barulah udara terasa dingin suam-suam kuku. Cuaca Venisia bersahagat. Cuaca tak terlalu dingin dan panas. Mirip udara kawasan Puncak Bogor pagi hari.

Maka, mendadak keletihan badan akibat perjalanan panjang dari Jakarta dengan singgah di bandara Turki seketika hilang. Bila di hitung waktu perjalanan ditambah waktu transir sudah lebih dari 24 jam, Tak terbayangkan hari sudah berlalu. Jadi selama itu tak terasa kami mirip kaum imigran yang tersuruk-suruk menggendong ransel, tas, dan koper bagasi di berbagai bandara.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Memang, derbeda dengan B=bandara Istanbul yang megah dan luas, bandara Venezia yang diberi nama Marco Polo, cukup mungil. Kami segera mencari tempat penukaran uang. Kami ingin menukarkan uang dolar ke Lira. Sebab, kalau mau menukarkan Rupiaih ke uang asing lainnya di tempat penukaran uang di Eropa kadang ditolak. Rupiah dianggap tak ada harga. Uang dari negero antah berantah. Maka pilihan memang dolar atau uero ada;ah yang terbaik.

Setelah turun kami maju dalam antrian imigrasi. Cukup lama. Dan kami beruntung, ada pemisahan loket antara warga asing dan warga Italia. Meski begitu antrean memakan waktu hampir satu jam.

Setelah menukar dengan seorang teman seperjalanan, kami pun dudukl di bangku yang ada di bandara. DI situlah saya mulai menjadi makhluk dari dunia lain. Saya benar-benar asing, menyendiri diantara para bule baik yang putih atau agak kecoklatan layaknya warna kulit khas orang Katalan.

Bila dahulu di Jogja kami pandangi orang asing dengan tatapan aneh, kini gentian kami dipandangi dari ujung kepala sampai kaki, seolah makhluk alien.

Kontak Info

Jl. Warung Buncit Raya No 37 Jakarta Selatan 12510 ext

Phone: 021 780 3747

[email protected] (Marketing)

× Image