Takbiran Kenangan di Malam Lebaran

Sastra  

Mmh, aku membayangkan apa bentuk hadiah dari mereka. Aku memimpikan baju yang bagus, atau .. aku melirik sendal jepitku yang sudah hampir putus. Akhhh, sendal jepit lebih perlu kubeli. Itu kalau aku mendapatkan uang dari mereka. Kalau baju? Aku masih punya dua yang lumayan bagus dan hanya kupakai pada saat-saat tertentu saja: saat ulang tahunku, ulang tahun Abah dan pergi nyekar ke makam Emak.

Uhuk uhuk Tergesa-gesa aku mengambilkan Abah segelas air putih. Abah meludah dan hi aku agak ngeri melihat ludahnya bercampur darah. Abah, yang katanya belasan tahun lalu pindah ke Kalimantan dari Sumedang, ingin mengadu nasib di rantau orang. Nyatanya hanya Emak dan kamu yang Abah dapatkan, ingatku akan cerita Abah yang seringkali diulang-ulangnya. Lantas, Abah akan bercerita padaku tentang Emak, perempuan Banjar berkulit hitam, tapi manis, yang sangat disayang Abah.

Emak, kata Abah, meninggal saat dia melahirkanku. Karena Abah hanya seorang tukang becak, dia tidak mampu membawa Emak bahkan ke bidan, saat dia melahirkanku. Emak meninggal karena pendarahan. Bidan Neneng, yang kemudian dipanggil tetangga sebelah untuk menolong Emak, hanya bisa menyelamatkan nyawa sang bayi. Akulah si bayi itu, Asep, yang kini berusia 7 tahun.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

“Bah, minum Bah,” aku menyorongkan segelas air ke Abah. Huk, huk. Abah kembali terbatuk. “Obat Abah habis ya yang dari Puskesmas?” Abah menjawab dengan anggukan.

Aku diam melihat Abah hanya diam. Aku mengingat-ingat berapa uang yang sudah kudapatkan dari semiran seminggu ini. Rasa-rasanya, hampir cukup untuk membelikan obat Abah di tukang obat Cina dekat pasar Banjarbaru. Mudah-mudahan toko Akong masih buka malam lebaran ini.

Kontak Info

Jl. Warung Buncit Raya No 37 Jakarta Selatan 12510 ext

Phone: 021 780 3747

[email protected] (Marketing)

× Image