Chairil Anwar danSitor Situmorang: Kawankah? Lawankah (bagian 2, tamat)

Sastra  

Lebih jauh, di buku itu Sitor menulis : “Saya mulai berpikir hal peranan seni dan estetika sebagai citra hidup berbudaya. Bagiku jelas menonjol tiga jenis penghayatan dalam periode sebelumnya: Pertama sajak “Aku”-nya Chairil Anwar pada pembacaan pertama di Pematangsiantar. Kedua, melihat lukisannya Sujojono berjudul “Di depan Kelambu Terbuka”. Ketiga, pengalaman melihat poster buatan Affandi berslogan “Ajo, Bung!” suatu ajakan berjuang yang nyaring lantang mencuat dari mulut seorang pemuda tipe anak rakyat jelata, dengan mengacungkan tinju.”

“ Sajak “Aku” bergema di hatiku sebagai jawaban yang berdentam-dentam. Saya mengharapkan ketemu dengan Chairil Anwar di tempat Affandi. Tapi dia tidak muncul, kata orang, sering jatuh sakit. Atas pertanyaan hal alamat tempatnya tinggal, orang berkata bahwa tidak ada yang tahu, lagi pula percuma mengunjunginya di rumah istrinya. Nama putri sulungnya Evawane Elisa. Nama ini mengiang di kupingku, tapi kusimpulkan terlalu puitis sebagai nama.”

Ada fakta lain dalam pengantar buku kumpulan lengkap cerpen Sitor,”Ibu Pergi ke Surga” (Komunitas Bambu, 2011) yang ditulis JJ Rizal, orang yang mengumpulkan sajak-sajak Sitor. Terkuak bahwa tampaknya Chairil punya ‘jasa’ tersendiri kepada Sitor. Pada pengantar itu Rizal menulis, “ Sepulang dari Eropa, Sitor memang menjadi populer karena pemikirannya yang mengisyaratkan bahwa kondisi absurditas manusia modern Barat juga terasa di Indonesia, walaupun tidak diterima dengan sadar. Gejala yang kompleks ini dirumuskan dan ditandai Sitor dengan kata Jawa "iseng" dan "keisengan". Iseng yang dicomot Sitor dari sebuah sajak Chairil Anwar, merupakan tema besar kedua yang digarap Sitor pada 1950-an.”

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Kontak Info

Jl. Warung Buncit Raya No 37 Jakarta Selatan 12510 ext

Phone: 021 780 3747

[email protected] (Marketing)

× Image