Chairil Anwar danSitor Situmorang: Kawankah? Lawankah (bagian 2, tamat)

Sastra  

Alhasil, apa yang diperbuat Sitor sepeninggal Chairil jelas menimbulkan pertanyaan, kalau bukan misteri, tersendiri. Ada apa yang di antara mereka kemudian?

Belum ada jawaban yang cukup memuaskan. Tidak juga dari HB Jassin, orang yang mendaulat Chairil sebagai tokoh utama Angkatan 45, yang berdasarkan banyak catatan, tak jarang menjadi bahan kecemburuan sastrawan lain pada angkatan tersebut. Tidak pada buku Jassin yang secara khusus menyoroti Chairil dan Angkatan 45, yakni buku yang saya sebutkan di atas. Tidak juga pada buku-buku Jassin yang lain seperti “Tifa Penyair dan Daerahnya”, “Kesusasteraan Indonesia Modern dalam Kritik dan Esei 1” (edisi yang diperbarui 1985). Mungkin perlu ditelusuri, setidaknya hingga jilid keempat buku tersebut, karena tak mungkin, misalnya, Jassin menulis urusan itu pada bukunya yang mengupas hal lain. Dua jilid “Angkatan ’66: Prosa dan Puisi”, misalnya.

Meski begitu, ada sedikit bagian dari buku yang merekam korespondensi HB Jassin dengan sekian banyak sastrawan,”Surat-surat 1943-1983”, yang mungkin bisa menjelaskan bagaimana dirinya memandang (karakter) Sitor. Ada setidaknya dua pernyataan menarik yang saya temukan dari Jassin tentang Sitor, yang terangkum dalam dua surat.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Pertama surat Jassin kepada Asrul Sani tertanggal 6 Desember 1949. Jassin menulis : “ Cobalah Saudara tulis esei lagi buat Mimbar Indonesia. Sitor Situmorang sangat agresif dan mau menantang siapa saja. Tulisan-tulisannya katanya bermaksud: Kom op! buat mencari di mana kekuatan kita dan di mana kelemahan kita. Siapa yang lemah hancurkan! Cuma yang kuat dia di atas. Dan jangan ada kompromi. Bagaimana Saudara?”

Kedua dalam surat kepada M Balfas, seorang sastrawan, tertanggal 31 Desember 1952. Pada surat yang sangat panjang itu—mungkin sekitar 10 halaman kertas surat, yang ditulis tangan. Dan saya mengagumi Jassin karena di masa belum lazimnya mesin fotocopy itu beliau selalu menulis surat yang sama dua kali: satu untuk dikirimkan, satu untuk dokumentasi—pada bagian yang berhubungan dengan Sitor, Jassin menulis sebagai berikut :

“Kekuatiran Sitor Situmorang sekembalinya dari Eropa bahwa dia akan bicara dengan istilah-istilah yang orang Indonesia tidak mengerti adalah suatu kesombongan dan penghinaan pada otak manusia-manusia Indonesia. Tetapi kekuatirannya itu beralasan kalau pun pengarang-pengarang Indonesia sudah tak mau berusaha lagi.”

Pada buku itu, ada tak kurang dari lima surat Jassin tujukan langsung kepada Sitor yang saat itu tengah berada di Eropa. Tapi tak ada satu pun yang menyoal dua sajak yang kita bicarakan.

Kontak Info

Jl. Warung Buncit Raya No 37 Jakarta Selatan 12510 ext

Phone: 021 780 3747

[email protected] (Marketing)

× Image