Sejarah

Kenangan Pikiran MR Moh Roem: Saya Menerima Pancasila Karena Saya Orang Islam


Meskipun menyayangkan, akan tetapi jika itu sudah menjadi hasil musyawarah dari para pemimpin, terutama Bung Hatta dan Ki Bagus Hadikusumo, saya tidak terus menerus menyayangkan, agar tidak menjadi sakit hati, karena hapusnya "Piagam Jakarta" itu menurut keterangan Bung Hatta demi untuk persatuan bang- sa, terutama umat Kristen dan umat Islam. Kewajiban menja- lankan syariat Islam tetap berlaku, apakah ia dicantumkan dalam UUD atau tidak. Dan inilah yang tempo hari dikatakan oleh Menteri Agama H. Alamsyah Ratu Perwiranegara, sebagai "hadiah terbesar dari umat Islam".

Dalam pada itu kita harus ingat, bahwa dalam Dekrit Presiden yang mengembalikan UUD '45, dekrit yang menjadi jembatan UUD '45 berlaku lagi, "tujuh perkataan" itu sudah dikembalikan, dengan kata-kata yang tegas, bahwa "Pia- gam Jakarta itu suatu rangkaian historis dan Piagam Jakarta itu menjiwai pelaksanaan UUD '45". Kata-kata yang indah itu yang termuat dalam Dekrit, tentu mempunyai arti dan tergantung dari kita sendiri untuk memberi arti yang setimpal. Oleh karena ha- diah terbesar itu sudah dikembalikan, maka untuk mereka yang merasakan hal itu, sesudah "tujuh perkataan" itu dikembalikan tidak ada soal lagi untuk mengucapkan terima kasih.

Keyakinan tentang Tuhan Yang Maha Esa itu, yang dengan amandemen Ki Bagus Hadikusumo, menurut pendapat saya lebih mantap, adalah sesuatu yang tidak statis, melainkan mengalami pertumbuhan dan perkembangan sesuai dengan masing-masing orang.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Orang masuk Islam cukup dengan mengucapkan dua kali- mat syahadat, di hadapan dua orang saksi. Ia sudah diterima oleh umat Islam sebagai orang Islam baru. Akan tetapi mulai saat itu ia harus dididik atau mendidik diri tentang apa yang diharus- kan bagi orang Islam. Terutama kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, kesadaran itu akan bertumbuh dan keyakinan akan semakin kuat dengan bertambahnya pengetahuan dan pengalaman.

Pada saat Ketuhanan Yang Maha Esa dijadikan Sila yang pertama dari Pancasila, saya sudah mencapai tingkatan tertentu, yang barangkali belum sama dengan tingkatan sekarang. Sema- kin manusia tambah pengalamannya, semakin yakin ia tentang Tuhan Yang Maha Esa, yang Maha Mengetahui, Maha Melihat. Semakin manusia tambah usia dan pengalaman hidup, semakin hidup keyakinan itu. Dan Tuhan Yang Maha Esa itu adalah ke- kuatan yang tidak pasif tapi aktif memimpin perkembangan umat manusia.

Seperti dikatakan oleh Haji Agoes Salim tersebut di atas, la sebagai salah seorang anggota dari Panitia yang terdiri dari 9 orang (Soekarno, Mohammad Hatta, Ki Bagus Hadikusumo, Kyai Wahid Hasyim, Mr. M. Yamin, Mr. Soepomo, Kyai Kahar Muzakir dan Haji Agoes Salim dan Mr. A.A. Maramis), maka Sila pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa itu adalah "Aqidah Agama".