Anakku dan Pilpres: Belajar Soal Ketulusan Politik
PolitikDia melanjutkan bahwa melalui pemilu ini banyak yang dia bisa pelajari. Ternyata dia dan anak-anakku yang lain berdiskusi tentang hal-hal yang menurut mereka tidak pas dan tidak pantas dilakukan di jelang dan saat-saat pemilu ini, terutama oleh mereka yang sedang berkuasa, dibantu oleh mereka yang sudah punya pendidikan tinggi dan nama-nama terkenal di tanah air.
Anak-anakku ternyata memilih paslon yang berbeda. Tapi tidak ada yang memilih paslon tertentu yang menurut penilaian mereka didorong oleh proses-proses yang tidak patut dan tidak sehat bagi negeri.
Apa yang kamu khawatirkan tentang Indonesia? Aku bertanya pada anak gadisku, yang saat itu sedang asyik membuatkan teh susu untukku.
Anak berusia 22 tahun ini menjawab. Sejujurnya, jika yang betul-betul mau berpikir dan peduli tentang masa depan Indonesia, tentu tidak mau menempatkan Indonesia dalam masa depan yang tidak baik. Banyak yang menjadikan semua terbolak-balik dan membolehkan banyak cara untuk menang. Boleh ini, boleh itu.
Meski alasannya itu tidak dilarang, tapi hati dan pikiran kita tahu bahwa itu tidak patut. Dan kita tahu pula bahwa apa yang diusulkan mereka sebagai program juga mendapat banyak kritikan.
"Memang tidak ada yang ideal di semua paslon itu, Mah. Tapi ada yang menurutku terburuk dan itu yang harus dihindari," jelasnya.
Itulah yang disebut prinsip minus malum, ujarku menanggapi.