Kasus La Galigo: Agama itu Tak Hilang, Tapi Berubah Menjadi Sastra?

Budaya  

Yang paling istimewa, La Galigo itu ternyata pernah dan masih menjadi kitab suci bagi sebagian masyarakat.

La Galigo, di samping Mahabrata, menjadi contoh nyata. Apa yang bisa dinikmati masyarakat umum sebagai karya sastra, ternyata ia adalah kitab suci dan agama bagi komunitas lain. Atau karya sastra itu pernah diyakini sebagai kitab suci dan agama dalam kurun waktu yang berbeda.

La Galigo menyampaikan kandungan moral, panduan hidup begitu dahsyat bagi kesadaran penganutnya.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Betapa Karya sastra masa kini ternyata kitab suci agama di masa lalu. Betapa kitab suci bagi sebagian orang ternyata karya sastra bagi orang lain.

La Galigo pernah dan masih menjadi kitab suci agama lokal Tolotang, yang berada di Kabupaten Sidrap, Sulawesi Selatan. (4)

Acapkali komunitas di wilayah ini, mereka melakukan ritual-ritual dan menyampaikan panduan hidup, pedoman hidup dalam dan melalui kisah-kisah dalam La Galigo.

Uniknya, La Galigo memperkenalkan lima jenis gender. Kita sekarang memahami hanya dua jenis gender.

Kita mewarisi dari agama-agama Ibrahim, Kristen dan Islam, hanyab dua jenis gender saja. Yaknin lelaki dan perempuan.

Tapi kitab La Galigo memperkenalkan ada lima jenis gender. Di samping perempuan dan laki-laki, ada yang disebut calalai. Calalai ini manusia yang tubuhnya perempuan, tapi gendernya laki-laki. (5)

Ada juga calabai. Calabai ini tubuhnya laki-laki, tapi gendernya perempuan.

Ada lagi bissu. Bissu ini gabungan dari semua gender. Ia tidak bergender, dan ini dianggap sebagai makhluk yang suci.

Bissu hampir sama posisinya dengan Biksu. Ia dianggap satu kelas yang dihormati. Banyak sekali kisah raja yang disahkan oleh para bissu.

Sama situasinya seperti raja di Eropa abad pertengahan yang disahkan oleh kepala gereja pada masa itu. Kepala gereja di Eropa sama seperti bissu di Sulawesi Selatan.

Perbedaannya adalah bissu ini bukan perempuan, bukan laki-laki. Bissu rangkuman dari semua gender.

Fenomena yang sekarang kita kenal dengan LGBT, itu sudah diangkat oleh naskah La Galigo. LGBT juga sudah diapresiasi sebagai variasi gender yang sama derajatnya.

Memang melalui tradisi agama Ibrahim, kita mewarisi pandangan yang negatif kepada LGBT. Namun hak asasi manusia di abad ke-21 menyatakan hak semua orang memilih hidup dengan LGBT.

Sekarang sudah lebih dari 22 negara di seluruh dunia yang melegalkan pernikahan LGBT di abad ke-21.

Kita terpana sekali lagi, sastra lisan di Indonesia, di Sulawesi Selatan. Di abad ke-14, 700 tahun sebelum lahirnya hak asasi manusia, sastra ini sudah mengapresiasi keragaman gender, termasuk apa yang sekarang dikenal dengan LGBT.

Ikuti Ulasan-Ulasan Menarik Lainnya dari Penulis Klik di Sini
Image

Kontak Info

Jl. Warung Buncit Raya No 37 Jakarta Selatan 12510 ext

Phone: 021 780 3747

[email protected] (Marketing)

× Image