Holand Park: Wajah Baru Generasi Muslim Australia

Agama  

Untuk pertama kalinya dalam sejarah Australia, televisi diberi akses 24/7 untuk merekam seluruh kegiatan Masjid Holland Park. Tanpa sensor. Dari ruang utama salat sampai gudang penyimpanan. Dari shalat Jum’at yang dihadiri 500-an jamaah dari 20-an kebangsaan, sampai madrasah anak-anak yang berlangsung setiap petang di gedung seberang masjid. Reporter televisi diizinkan mewawancarai siapa pun jamaah yang ingin mereka ketahui. Semua direkam kamera dan disajikan dalam tayangan yang jauh dari membosankan. Sebuah dokumenter yang menarik sebagai tontonan binge-watching.

Selain Imam Uzair Johnson dan Ali Kadri yang berfungsi bak sepasang tangan (“Saya mengurusi ibadah, Brother Ali Kadri mengurusi semua urusan non-ibadah,” ungkap Imam Uzair yang punya selera humor berkualitas dengan komentar-komentar lucu cerkas), sosok lain yang menonjol adalah Galila Abdelsalam, Presiden Asosiasi Perempuan Islam Queensland, yang kritis namun juga persuasif.

Berasal dari Mesir, perempuan paruh baya itu menggagas pemberian makanan gratis di sebuah taman publik yang dipenuhi pengunjung pada Hari Australia. Target utama adalah keluarga Australia yang sedang berleha-leha. “Kami harus aktif mendekati mereka. Kalau menunggu mereka yang memulai komunikasi bisa-bisa tak terjadi. Mereka tak tahu bagaimana cara mendekati muslimah karena belum terbiasa,” katanya.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Ide Galila berjalan lancar. Sekitar 90% warga di taman mau menerima makanan, sementara 10% sisanya tetap menjaga jarak dan memandang curiga. Seorang perempuan warga Australia yang mencicipi makanan gratis berkomentar. “Selama ini saya tak pernah mau membeli makanan dari muslim. Saya dengar cara mereka menyembelih hewan itu biadab. Tapi setelah mencicipi makanan ini dan mendapat penjelasan langsung, saya akan membeli makanan dari mereka setelah ini. Makanannya enak.”

Galila yang menutup rapat seluruh tubuhnya dengan hijab—berbeda dengan Janeth Deen—akhirnya bertemu Pauline Hanson pada satu acara. Keduanya bicara akrab dan selfie bersama. Terenyum lebar. Maryam, putri Galila, sampai geleng-geleng kepala melihat foto itu. “Mama saya memang Ratu Selfie. Tidak heran. Tapi kalau dia bisa selfie dengan Pauline Hanson, itu luar biasa.”

Sosok lain yang muncul adalah Robbie Maestracci dan Lamisse Hamouda, dua relawan Masjid Holland Park yang menangani program anak muda. Robbie warga asli Brisbane kelahiran 1981 (di film dokumenter baru berusia 35 tahun). Mantan pentolan gang motor dan pengedar narkoba yang sudah berulang kali keluar masuk penjara.

Badan superkekar dengan otot-otot bertumpuk seperti Hulk. Tubuhnya bak kanvas tato. Dari kedua lengan sampai wilayah kening dan belakang kepala yang plontos: tato, tato, dan tato.

“Saya masuk Islam lima tahun silam. Sejak itu punya misi pribadi untuk mengajak para kriminal mengenal Tuhan,” katanya.

Robbie menangani 20 remaja bermasalah. Menjadi teman bicara dan telinga bagi curhat mereka. Sebagai kakak dan mentor. “Tak ada hal yang mereka lakukan yang belum pernah saya kerjakan dulu,” katanya. “Saya bisa berubah seperti sekarang karena pendekatan Imam Uzair dan Brother Ali yang bisa menerima saya ketika masyarakat menjauhi saya.” Kini Robbie memperluas jangkauan programnya dengan mengunjungi para tahanan di penjara.

Ikuti Ulasan-Ulasan Menarik Lainnya dari Penulis Klik di Sini
Image

Kontak Info

Jl. Warung Buncit Raya No 37 Jakarta Selatan 12510 ext

Phone: 021 780 3747

[email protected] (Marketing)

× Image