Sejarah

Malik Ahmad Di Antara Tugas Menjaga Perbekalan dan Mengurus Korban Perang Masa PDRI


Petugas yang ditunjuk oleh Malik Ahmad untuk memungut iuran ini, berasal dari kantor Wali Negeri, di dampingi oleh ninik mamak, alim ulama, dan anggota Badan Pengawal Nagari/ Kota (BPNK).

Mengapa harus didampingi? Malik Ahmad tentu ingin memastikan, bahwa iuran perang yang dipungut petugasnya, tidak dikorup, ataupun beralih tangan. Petugas pemungut iuran, mempunyai hak untuk menaksir dan memungut iuran.

Namun mereka dilarang keras, untuk menyasar pada rakyat miskin. Bila dalam pemungutan natura sulit dilaksanakan, karena kondisi ekonomi nagari-nagari, boleh dipungut berdasarkan harga yang ditetapkan pasar. Demikian aturan yang ditetapkan, untuk menjaga keberlangsungan PDRI.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Seluruh iuran perang yang dikumpulkan oleh petugas, kemudian diserahkan pada Camat Militer, Wedana Militer, Bupati Militer, hingga ke pengurus DPD Sumatra Barat. Untuk mencairkan uang jasa dari petugas pemungut ini, hanya boleh diambil sebesar 5% dari hasil iuran perang.

Peraturan iuran perang yang dikeluarkan Sutan Moh. Rasjid, kembali diterbitkan melalui Instruksi DPD umatra Barat No.6/DPD/Instr, dirilis tanggal 31 Desember 1948. Kali ini, Gubernur Militer menegaskan, bahwa iuran perang diharamkan dipungut, untuk rakyat miskin.

Aturan tambahan yang berhubungan dengan iuran perang ini adalah Wedana Militer dibolehkan meminjam beras dari rakyat–yang dimanfaatkan untuk dapur umum dan perjuangan.