Politik

Mengenang Delegtimasi Pemilu 1997, Akhir Orde Baru, Hingga 'Brutus' Harmoko


Suharto pun menjadi presiden kembali. Mbak Tutut jadi menteri sosial. Ramalan sebagian cendikiawan malah ada yang berani menyebut ‘Mbak Tutut’ pemimpin masa depan. Suharto benar-benar kuat.

Namun itu tak berlangsung lama. Krisis moneter terus menghantam keras. Rakyat gelisah. Mak Tutut mempelopori usaha penanganan krisis dengan mengeluarkan gerakan mmenyumbang emas untuk negara. Aksi ini diresmikan disebuah bank yang tak jauh dari gedung KPU sekarang, persis di sudut pertigaan lampu merah belokan Jl Diponegoro dan Jl HOS Cokroaminoto. Mbak Tutut dan diikuti beberapa ibu-ibu lainnya mengawai sumbangan emas untuk negara dengan menyerahkan perhiasannya. Persis ketika zaman Revolusi ketika para ibu di Aceh menyumbangkan emas untuk membeli pesawat RI-001 itu.

Tindakan ini juga tak mempa redakan krisis ekonomi. Nilia kurs dolar terhadap rupia h terus merangkak naik. Hari-hari itu demonstrasi mahasiwa semakin galak dan masif. Kampus tak kuasa membendungnya. Suasana ini semakin memuncak ketika kemudian IMF berhasil menaklukan Soeharto menandatangi Letter Of Intens (LOI). Presiden IMF Camdesus dengan melipat tangan setinggi dada menyaksikan Suharto membungkuk menadatangi LOI. Suaharto tampak mulai pasrah.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

“Pak Harto memang kala itu seakan menyerah. Tapi beliau berkata kita turuti saja dahulu, nanti aka nada sikap lain pada akhirnya,’’ kata mantan menteri keuangan Fuad Bawazier ketika ditanya soal peristiwa IMF dengan Soeharto beberapa waktu lalu.

Setelah itu pun suasana malah semakin tak menentu. Apalagi kemudiann terdengar kabar bila Amerika Serikat tahu bahwa Soeharto sebenarnya ingin tak menepati LOI IMF. Kabar merebak meluas. Kemudian terdengar usaha bila Soeharto memanggil pakar ekonomi Internasional yang akan menstabilkan nilai tukar dolar atas rupiah dengan memberikan jaminan asset berupa pengelolaan pulau-pulau, yakni di antaranya Kalimantan. Kehebohan semakin menjadi.

Demontrasi mahasiswa terus merebak. Kaum intelektual kampus mulai turun. Amien Rais kian lantang mengkritik Soeharto bahkan hendak mengumpulkan demontrasi besar-besaran di Lapangan Monas. Namun ini dibatalkan setelah Amin pada hari terakhir menjelang tengah hari dikabarkan sempat bertemu Prabowo Subianto, perwira tentara yang paling keren pada saat itu.