Carita dari Rumah Betang Suku Dayak: "Sengkarut Lewu"

Sastra  

Sepupu perempuan Umai-ku ini terus menerus menumpahkan amarahnya. Sementara Umaimasih terus melanjutkan kegiatannya menggerus bawang merah, tomat dan cabai yang sebelumnya sudah ditumis dengan minyak kelapa. Aku tahu sambal tomat Umai pasti akan sedap luar biasa. Seperti sebelumnya dan sebelumnya.

“Hei... Kambang. Tidakkah kau ingin berkomentar? Sedikit saja..” Ucapan tinggi MinaDadang tetap tidak membuat Umai berhenti mengolah sambal.

'Kurasa kau sudah tahu ketidaksetujuanku sejak awal. Sejak Punding mengajak kita berunding di rumah almarhum Tambi Buyut dua minggu lalu," jawab Umai ringan, hampir tanpa ekspresi. Tangannya mengambil piring kecil sebagai wadah sambal lezat itu.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

"Janji-janji yang dibawa oleh bos sawit melalui Punding memang bisa membuat geger lewu. Siapa yang tidak tergoda dengan janji adanya sekolah di kampung, jalan beraspal, listrik ada kapan saja, sumur air. Apalagi itu.. Pekerjaan tetap di perusahaan sawit."

Satu persatu Mina Dadang menguak daya ingatnya tentang janji bos sawit yang dibacakan Mang Punding di pertemuan lewu kemarin.

Aku bergegas menuang semua ucapan Mina Dadang di sketsa. Tampak ada sekolah, tiang listrik, jalan, kampung, Huma Betang, dan akhirnya hamparan luas: sawit...sawit...dan sawit...

Aku mendadak mengernyitkan dahi. Di mana himba? Di mana kebun tepaken dan kasturi? Di mana pohon-pohon besar tempat berulirnya rotan? Di mana pohon-pohon kapuk kokoh tempat bergantungnya sarang lebah liar? Di mana burung tingang akan bermukim? Di mana tempat suci himba? Bagaimana nasib sungai tempatku dan adikku bermain saat gosongdatang?

Aku makin nanar melihat skesta masa depan lewu-ku.

Kontak Info

Jl. Warung Buncit Raya No 37 Jakarta Selatan 12510 ext

Phone: 021 780 3747

[email protected] (Marketing)

× Image