Carita dari Rumah Betang Suku Dayak: "Sengkarut Lewu"

Sastra  

Minggu...

Pagi ini orang-orang kembali berkumpul. Sebenarnya bukan orang lain, karena rata-rata masih bersaudara dari satu keluarga besar. Aku hafal satu persatu namanya dan rumahnya, karena kami biasa bertemu. Lewu kami memang tidak besar; Kecuali himba yang masih terbentang luas dan sungai jernih yang tergolong cukup lebar dan panjang.

Tampak Mang Punding dan ketiga kawannya sudah datang menunggu di bagian tengah Huma Betang. Tapi siapa lagi yang ditunggu, ya?

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Tidak sampai setengah jam datanglah dua mobil. Bagus dan mengkilap. Beberapa uluh lewusegera melongok. Lalu turun beberapa orang dari mobil.

Aku ternganga memperhatikan mereka. Pakaiannya wah... Rapi. Gaya berjalannya berbeda. Dagu agak naik. Terutama yang berbaju biru. Gagah dan paling menjadi pusat perhatian.

Bue' menghampiri menyambut tamu-tamu itu. Mang Punding juga turut menghampiri. Tampak pamanku ini menunjukkan rasa hormat berlebih terhadap bapak berbaju biru itu.

'Si bos besarnya datang." Mina Lesi berkata perlahan, namun tegas. Umai dan Mina Dadang yang duduk di dekatnya turut memperhatikan lekat-lekat.

Para tamu kemudian ikut duduk berkeliling di rumah besar, bersama para tetua, perempuan dan laki-laki. Aku harus beringsut ke pojok ruangan, sementara dua mina dan ibuku tetap ada di lingkaran. Tiga singa betina ini kupastikan kembali siap bertarung untuk mempertahankan lewu.

Bue' memulai acara dengan melakukan tampung tawar kepada para tamu. Mulutnya berkomat-kamit membacakan doa. Aku yakin Bue' sedang mendoakan yang baik-baik bagi seluruh kampung kami.

Acara baru dimulai dengan petatah-petitih dari para tetua dan tokoh kampung. Lalu kini giliran si bos besar berbaju biru berbicara. Bahasanya tertata. Tangannya ikut bergerak seirama ucapannya. Khas orang berpendidikan kota.

Saat dia masih berbicara tentang keuntungan sawit bagi lewu, tiba-tiba seseorang yang belum dikenal masuk menerobos naik ke Huma Betang. Nampak terengah dan pucat, dia langsung mendekati Mang Punding dan berbisik. Tepat saat itu, sang bos selesai berbicara.

Mang Punding berbisik ke Bue' dan dia kemudian berdiri dengan tampang geram.

"Siapa yang berani kurang ajar? Siapa??? Siapa yang berani mencampurkan gula dan butiran pasir ke solar excavator... Siapa yang berani melakukannya? Mesin rusak rusak "

Mang Punding terus menerus berteriak marah. Tiba-tiba tubuhnya bergetar hebat. Tak lama dia jatuh berkelonjot setengah kesurupan.

Muka bos sawit yang semula ramah menawan, mendadak pucat, lalu terbelalak. Bue'ternganga. Yang lain melongo.

Turiana beringsut perlahan bersembunyi di belakang punggungku, lalu mengintip ke arah lingkaran duduk para tamu.

Sementara aku kembali meneruskan sketsaku, di bahwa hujanan tatapan tajam dari ibuku dan Mina Dadang.

Kontak Info

Jl. Warung Buncit Raya No 37 Jakarta Selatan 12510 ext

Phone: 021 780 3747

[email protected] (Marketing)

× Image